Minggu, 10 April 2011


New York

Sabtu, 26 Maret 2011

Masa Lalu Dengan Kalian.... Slideshow: Saprudin’s trip to Samarinda, Borneo, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Samarinda slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

kenangan Masa lalu

Mobile Uploads Slideshow: Saprudin’s trip from Samarinda, Borneo, Indonesia to Longkali (near Balikpapan) was created by TripAdvisor. See another Balikpapan slideshow. Create your own stunning free slideshow from your travel photos.

Rabu, 23 Maret 2011

Saprudin Pazer | TripAdvisor™

Saprudin Pazer | TripAdvisor™: "TripAdvisor™ TripWow ★ Saprudin Pazer Samarinda Slideshow Photo ★ from a trip to Samarinda, Indonesia. Create your own stunning free travel slideshows on TripAdvisor"

Sabtu, 19 Maret 2011

TOM & JERRY
Movies
Kita Refresing Dulu yuk,,!!!

 
Yang ini Pasti Lebih Seru Kan,,??

Rabu, 09 Maret 2011

Kitab Amalan dalam Shalat


Bab Ke-1: Meminta Pertolongan Tangannya Sendiri dalam Shalat Jika Yang Dikerjakan Itu Termasuk Urusan Shalat

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Seseorang boleh saja di dalam shalatnya meminta pertolongan (mempergunakan) salah satu anggota tubuhnya sesuai apa yang dikehendakinya."[1]
Abu Ishak meletakkan tutup kepala di atas kepalanya ketika melakukan shalat dan juga melepaskannya.

Ali meletakkan telapak tangan yang kanan di atas pergelangan tangannya yang kiri kecuali jika ia hendak menggaruk kulit tubuhnya atau membetulkan pakaiannya.[2]
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada nomor 93.")

Bab Ke-2: Perkataan yang Dilarang dalam Shalat
618. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Kami pernah memberi salam kepada Nabi ketika beliau sedang shalat, lalu beliau menjawab.[3] Ketika kami pulang dari negeri Raja Najasyi, kami mengucapkan salam kepada beliau (yang sedang shalat), tetapi beliau tidak menjawab. Maka, kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, dulu kami memberi salam kepadamu dan engkau menjawabnya?' (Tapi sekarang kok tidak? 4/245). Beliau menjawab, 'Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukan.' (Maka aku bertanya kepada Ibrahim, "Bagaimana yang Anda lakukan?" Dia menjawab, 'Aku menjawab dalam hati.')."


Bab Ke-3: Diperbolehkan Mengucapkan Tasbih dan Tahmid dalam Shalat untuk Kaum Lelaki
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Sahl bin Sa'ad yang tercantum pada nomor 276 di muka.")


Bab Ke-4: Orang yang Menyebut Nama Kaum dan Memberi Salam dalam Shalat Kepada Orang lain dengan Berhadap-hadapan, Padahal Orang yang Diberi Salam Itu Tidak Mengetahui
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Mas'ud yang tercantum pada nomor 450 di muka.")


Bab Ke-5: Bertepuk Tangan untuk Kaum Wanita
619. Zaid bin Arqam berkata, "Salah seorang di antara kami biasa bercakap-cakap dengan temannya di dalam shalat sampai turun ayat, 'Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.' Lalu kami diperintahkan diam."
620. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Mengucapkan tasbih untuk kaum lelaki, sedang bertepuk tangan untuk kaum wanita."


Bab Ke-6: Orang yang Mundur Ke Belakang dalam Shalatnya atau Maju karena Ada Perkara yang Baru Datang Padanya

Hal ini diriwayatkan oleh Sahl bin Sa'ad dari Nabi saw.[4]

Bab Ke-7: Apabila Ibu Memanggil Anaknya dalam Shalat
Abu Hurairah r.a berkata, "Rasulullah menceritakan bahwa seorang ibu memanggil anaknya yang sedang shalat di tempat peribadatannya. Ibu itu berkata, 'Hai Juraij!' Lalu Juraij berkata (dalam hati), 'Ya Allah, ibuku (memanggilku), dan aku (sedang menunaikan) shalatku. Apakah yang harus aku perbuat?' Ibu itu memanggil lagi, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata, 'Ibuku atau shalatku?' Ibunya memanggil lagi, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku?' Ibu itu berkata, 'Ya Allah, semoga Juraij tidak mati sebelum ia melihat muka wanita pelacur terlebih dahulu.' Pada suatu ketika datang seorang wanita pelacur ke tempat peribadatannya, lalu ia melahirkan. Ketika ditanya, 'Anak siapa itu?' Wanita itu menjawab, 'Anak si Juraij, dan dia keluar dari tempat peribadatannya.' Juraij berkata, 'Mana wanita yang mengatakan anaknya adalah dariku? Juraij berkata, 'Wahai si kecil! Siapakah bapakmu?' Ia menjawab, 'Seorang penggembala kambing.'"


Bab Ke-8: Mengusap Batu-Batu Kecil dalam Shalat
621. Mu'aiqib mengatakan bahwa Nabi saw bersabda tentang seorang laki-laki yang meratakan debu di kala sujud, "Jika kamu melakukan, maka sekali saja."


Bab Ke-9: Membeberkan Kain/Pakaian dalam Shalat untuk Digunakan Sujud
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits yang tertera pada nomor 216 di muka.")

Bab Ke- 10: Apa yang Boleh Dilakukan di Dalam Shalat
622. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. shalat dan setelah selesai beliau bersabda, "Sesungguhnya tadi ada setan yang menampakkan dirinya kepadaku (dan dalam satu riwayat: sesungguhnya Ifrit dari golongan jin menampakkan diri kepadaku tadi malam) dengan maksud supaya aku mengurungkan shalatku. Tetapi, aku dikaruniai kemampuan oleh Allah lalu mencekiknya. Sebenarnya aku ingin mengikat setan itu, supaya paginya kamu semua dapat melihatnya. Tetapi, kemudian aku teringat kepada ucapan (dalam satu riwayat: doa saudaraku) Nabi Sulaiman, 'Ya Tuhan, berikanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak Engkau berikan kepada seseorang sesudahku nanti.' Karena itu, Allah lantas mengusir setan (jin) itu dalam keadaan hina dina."

An-Nadhr bin Syumail berkata, "Lafal fadza'attuhu dengan huruf dzal, berarti aku mencekiknya; dan fada'attuhu dari firman Allah, 'Yauma yuda'uuna' yakni yudfa'uuna' 'ditolak'. Tetapi yang benar ialah fada'attuhu hanya saja diberi tasydid pada 'ain dan ta'. Dan ifrit artinya yang selalu durhaka, baik dari golongan manusia maupun jin, seperti lafal zibniyyah, kelompok Zabaniyah."

Bab Ke-11: Apabila Binatang Lepas dan Yang Mempunyai Masih Mengerjakan Shalat
Qatadah berkata, "Jika pakaian seseorang dicuri, ia boleh mengejar pencurinya, dan meninggalkan shalat."[5]
623. Al-Arzaq bin Qais berkata, "Pada suatu ketika kami berada di Ahwaz untuk memerangi kaum Khawarij. Pada suatu saat sewaktu kami berada di tempat dekat sungai (yang deras airnya), tiba-tiba ada seorang laki-laki yang sedang mengerjakan shalat dan di saat itu pula kendali binatang kendaraannya ada di tangannya. Binatang itu menariknya dan ia pun mengikutinya. (Dan dalam satu riwayat: lalu ia mengerjakan shalat, dan melepaskan kudanya, kemudian kuda itu lari. Lantas ia meninggalkan shalatnya dan mengejarnya hingga dapat menangkapnya, kemudian ia tunaikan shalatnya)." Syu'bah berkata, "Dia adalah Abu Barzah al-Aslami." Kemudian ada seseorang dari golongan kaum Khawarij berkata, "Ya Allah, berbuatlah sesuatu terhadap orang tua ini (Abu Barzah)." (Dan dalam satu riwayat: "Dan di kalangan kami terdapat seseorang yang mengemukakan pikirannya seraya berkata, 'Lihatlah orang tua ini, dia meninggalkan shalatnya hanya karena seekor kuda!) Sesudah orang tua itu shalat, ia berkata, 'Sesungguhnya aku telah mendengar apa yang kamu katakan tadi, (dan dalam satu riwayat: tidak ada seorang pun yang pernah berlaku kasar kepadaku sejak aku berpisah dari Rasulullah.), dan aku pernah berperang bersama Nabi enam kali, tujuh kali, atau delapan kali. Aku menyaksikan beliau memberikan kemudahan. Sesungguhnya aku lebih senang untuk mengikuti hewanku daripada meninggalkannya lalu hewan itu kembali ke tempat yang disukainya, hingga menyulitkanku.' (Dan dia berkata, "Sesungguhnya rumahku jauh, seandainya aku shalat dan aku tinggalkan, maka aku tidak datang kepada keluargaku hingga malam hari.")


Bab Ke-12: Diperbolehkan Meludah dan Meniup dalam Shalat
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, "Nabi meniup tanah di dalam sujudnya pada waktu shalat kusuf."[6]

Bab Ke- 13: Orang yang Bertepuk Tangan di Dalam Shalat karena Tidak Mengerti, Maka Shalatnya Tidak Batal
Dalam hal ini terdapat hadits Sahl bin Sa'ad dari Nabi saw.[7]

Bab Ke-14: Apabila kepada Orang yang Shalat Dikatakan, "Majulah" atau "Nantikanlah" Lalu Ia Menantikan, Maka Shalatnya Tidak Batal[8]
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Sahl bin Sa'ad yang tersebut pada nomor 203 di muka.")


Bab Ke-15: Tidak Boleh Menjawab Salam dalam Shalat

624. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Rasulullah mengutusku dalam suatu keperluan. Aku berangkat, kemudian pulang,, dan aku telah menunaikannya. Aku datang kepada Nabi, lalu aku memberi salam kepada beliau, namun beliau tidak menjawab.[9] Lalu timbullah sesuatu dalam hatiku yang Allah lebih mengetahui daripadaku. Aku berkata dalam hati, 'Barangkali Rasulullah mendapatkan aku (marah kepadaku karena) terlambat. Kemudian aku memberi salam kepada beliau, namun beliau tidak menjawab. Maka, timbullah di dalam hatiku sesuatu yang lebih keras daripada yang pertama. Kemudian aku memberi salam kepada beliau, lalu beliau menjawab seraya bersabda, 'Yang menghalangiku menjawab atas salammu tadi adalah karena aku sedang shalat.' Beliau di atas kendaraan dengan menghadap arah bukan kiblat."

Bab Ke-16: Mengangkat Tangan di Dalam Shalat karena Ada Suatu Perkara yang Sedang Dihadapi
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Sahl yang tercantum pada nomor 376 di muka.")

Bab Ke-17: Meletakkan Tangan di Pinggang (Berkacak Pinggang) dalam Shalat
625. Abu Hurairah r.a. berkata, "Seseorang dilarang meletakkan tangan dipinggang (berkacak pinggang) dalam shalat."

Juga pada riwayat lain secara mu'allaq 'tanpa disebutkan sanadnya' dari Nabi saw. Dan, pada riwayat yang lain lagi dari Abu Hurairah, ia berkata, "Seseorang dilarang shalat dengan berkacak pinggang."[10]

Bab Ke-18: Seseorang yang Memikirkan Sesuatu dalam Shalat

Umar r.a. berkata, "Aku betul-betul pernah mempersiapkan pasukanku sedangkan ketika itu aku dalam shalat."[11]

Catatan Kaki:

[1] Aku tidak mendapatkan orang yang me-maushul-kannya. Al-Hafizh juga tidak menyebut-nyebutnya.
[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah sebagaimana dijelaskan dalam al-Fath, juga oleh al-Baihaqi di dalam Sunan-nya (2/29-30), dan dia berkata, "Isnadnya hasan."
[3] Yakni menjawab salam dengan ucapan juga. Karena, kalau tidak begitu, maka sesungguhnya terdapat riwayat yang sah yang menerangkan bahwa Nabi menjawab salam dengan isyarat kepalanya dalam kisah ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh as-Sirah di dalam Musnad-nya (4/77/2-78/1) dengan sanad yang bagus. Juga di dalam kitab lain sebagaimana yang terdapat di dalam catatan kaki mengenai hadits Jabir "15-BAB - LAA YARUDDUS SALAM FISH-SHALAT".
[4] Imam Bukhari menunjuk kepada hadits Sahl yang tercantum pada nomor 376 di muka, tetapi boleh jadi sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh bahwa yang dimaksud adalah hadits Sahl yang lain yang tercantum pada nomor 490. Tidak tertutup kemungkinan bahwa yang beliau maksudkan adalah kedua hadits itu, karena keduanya sesuai dengan judul bab.

[5] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Mushannaf-nya (2/262/3291) dengan sanad sahih dari Qatadah.

[6] Di-maushul-kan oleh Ahmad, Nasa'i, dan lain-lainnya, dan hadits ini sudah ditakhrij di dalam risalahku mengenai shalat kusuf, dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya nomor 594-596.

[7] Yaitu yang tertera pada nomor 376.

[8] As-Sindi berkata, "Maksud penyusun (Imam Bukhari) bahwa orang yang sedang shalat menjaga keadaan orang lain, atau mematuhi sebagian perintahnya, tidaklah membatalkan shalat." Aku berkata, "Berbeda dengan pendapat golongan Hanafiyah, dan hadits-hadits yang menyangkal pendapat mereka banyak sekali, di antaranya adalah hadits yang disebutkan sebelum bab ini."

[9] Yakni tidak menjawab dengan perkataan, melainkan dengan isyarat, karena di dalam Shahih Muslim (2/71) disebutkan, "Lalu beliau berisyarat kepadaku." Dan dalam riwayat lain, "Lalu beliau berbuat kepadaku dengan tangannya." Al-Hafizh berkata, "Jabir tidak mengerti bahwa maksud isyarat Nabi itu adalah jawaban kepadanya. Karena itu, ia berkata, 'Maka, timbullah sesuatu dalam hatiku yang Allah lebih mengetahui daripadaku', yakni kesedihan." Lihat catatan kaki tidak jauh sebelum ini.

[10] Di-maushul-kan oleh Muslim, Abu Dawud, dan lain-lainnya. Hadits ini sudah ditakhrij di dalam Shahih Abu Dawud (873), dan al-Hafizh menisbatkannya kepada penyusun (Imam Bukhari). Yang dimaksudkan olehnya ialah riwayat sesudahnya yang diriwayatkan dengan menggunakan fi'il mabni majhul 'kata kerja pasif' sebagaimana Anda lihat.

[11] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan isnad sahih dari Umar.
Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Saatnya Membuat Suatu Perubahan

Perubahan berawal dari keinginan yang kuat untuk berubah yang diikuti dengan kerja keras untuk berubah,,,,

Islam dan Negara

Relasi Agama-Negara Menurut Sosialisme, Kapitalisme, Dan Islam

Aqidah Sosialisme adalah Materialisme (Al Maaddiyah), yang menyatakan bahwa=

dunia ini tiada lain terdiri dari dan tergantung eksistensinya pada benda =

material. Menurut Donald Wilhelm dalam Creative Altertaives to Communism Gu=

ide Lines for Tomorrow=92s World (1979:147), =93Materialisme, in its philos=

ophical sense, is the view that all that exsist is matter or is wholly depe=

ndent upon the matter for its existence.=94 Jadi, segala sesuatu yang ada h=

anyalah materi belaka. Materilah asal usul segala sesuatu. Materi merupakan=

dasar eksistensi segala macam pemikiran. Maka, tidak ada tuhan, tidak ada =

ruh, atau aspek-aspek kegaiban lainnya, karena semuanya tidak dapat diinder=

a seperti materi. Dari ide materialisme inilah dibangun 2 (dua) ide pokok d=

alam Sosialisme yang mendasari seluruh bangunan ideologi Sosialisme, yaitu =

Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis (Ghanim Abduh, Naqdh Al Is=

ytirakiyyah Al Marksiyyah, 1964).

Atas dasar ide materialisme itu, dengan sendirinya agama tidak mempunyai te=

mpat dalam Sosialisme. Sebab agama berpangkal pada pengakuan akan eksistens=

i tuhan, yang jelas-jelas diingkari oleh ide materialisme. Bahkan agama dal=

am pandangan kaum sosialis hanyalah ciptaan manusia yang tertindas dan meru=

pakan candu yang membius rakyat yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Karl=

Marx (1818-1883) berkata, =93Religion is the sigh of the oppressed people,=

the heart of heartless world, just as it is the spirit of a spiritless sit=

uation. It is the opium of the people [Agama adalah keluh kesah rakyat yang=

tertindas, hati dari dunia yang tidak berhati, dan jiwa dari suatu situasi=

yang tak berjiwa. Agama adalah candu bagi rakyat].=94 (Lihat Karl Heinrich=

Marx, Contributon to the Critique of Hegel=92s Philosophi of Right, dalam =

On Religion, (1957): 41 - 42).

Negara dan Agama

Negara dan Agama

BAGAIKAN SAUDARA KEMBAR

Islam Dan Negara Tak Bisa Dipisahkan

Apakah benar Islam harus dibatasi dan dijadikan milik pribadi? Jika Islam dibatasi hanya pada pribadi-pribadi, benarkah akan tercipta kehidupan yang rukun di dalam masyarakat? Benarkah Islam tidak bisa dijadikan ajaran resmi negara? Jika Islam dijadikan ajaran negara, benarkah para pemeluk agama lain akan tertindas? Tulisan ini akan memberikan gambaran dan pandangan yang benar tentang Islam, berdasarkan nash-nash yang ada (berasal dari sumber Islam), bukan dari persepsi individu, apalagi tanpa dalil!

Dinul Islam Sempurna
Sejak pertama kali risalah Islam diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad saw, sasaran risalah ini adalah seluruh umat manusia tanpa kecuali. Firman Allah SWT:

Katakanlah “’Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu (manusia) semua …(QS. Al A’raaf : 158).

Kelengkapan Dinul Islam memantapkan Islam sebagai satu-satunya sistem hidup yang berasal dari Allah SWT, Pencipta seluruh makhluk, Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui. Ajarannya yang rinci, lengkap, dan mampu menjawab seluruh problematika umat manusia sepanjang zaman telah dijamin sendiri oleh Allah SWT :

Dan Kami turunkan kepadamu al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An Nahl : 89).

Ayat ini menegaskan bahwa salah satu fungsi Al Quran adalah menjelaskan (menjawab) segala problematika yang ada di hadapan manusia, di manapun dan kapanpun. Sebaliknya bila manusia (termasuk kaum muslimin) mengabaikan peringatan-peringatan dan hukum-hukum Al Quran maka yang diperolehnya hanyalah kesempitan hidup, kesengsaraan dan kehinaan. Allah SWT berfirman:

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (berupa sistem hukum Islam), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit …”(QS. Thahaa : 124).

Di sisi lain, Al Quran dan Sunnah Nabi memuat hukum-hukum yang lengkap tentang ibadah, berpakaian, makanan, minuman, hukum-hukum tentang ekonomi-perdagangan, harta, distribusi harta, ghanimah, fa̢۪i, jizyah, kharaj, tentang peradilan tindakan kriminal, hudud, ta̢۪zir, persaksian, pembuktian (bayyinaat), mahkamah, hingga ke perkara jihad, gencatan senjata, mobilisasi, perjanjian damai, utusan/delegasi. Belum lagi perkara-perkara yang menyangkut pendidikan, aturan sosial, keluarga/rumah tangga dan seterusnya. Semua itu berupa sistem hukum yang cakupannya meliputi seluruh bentuk perbuatan manusia, baik antara manusia satu dengan yang lain, antara rakyat dan negara, antara negara Islam dengan negara lain, antara muslim dan non muslim, antara hamba dengan Allah SWT sebagai Al Khalik. Para ulama dan fuqaha terdahulu maupun sekarang senantiasa memenuhi kitab-kitab hukum/fiqih karangan mereka dengan seluruh pembahasan-pembahasan tadi. Dimulai dari bab Thaharah, sampai bab Peradilan, Jihad atau Imamah (Ulil Amri).

Marilah sejenak kita renungkan berbagai kerusuhan yang ada di negeri ini, baik kerusuhan antar umat beragama seperti di Pontianak, Maluku, dan Poso, Kupang, dan Timtim, antar penduduk kampung yang merebak di mana-mana bahkan di ibukota seperti kasus Matraman, tawuran antar pelajar yang merebak dimana-mana, dan lain sebagainya. Cobalah kita jawab pertanyaan berikut: apakah berbagai fenomena konflik yang menunjukkan tidak rukunnya warga masyarakat itu semua, merupakan hasil dari pemerintah menjadikan Islam sebagai ajaran negara dan menerapkan semua hukum-hukumnya ataukan hasil dari pemerintah menerapkan hukum selain Islam (yakni hukum kufur) warisan penjajah dan memojokkan Islam sebagai milik individu?

Siapapun yang mau jujur pasti mudah sekali menjawab pertanyaan tersebut.

Islam dan Negara tak dapat Dipisahkan
Al Quran adalah Kalamullah SWT, yang dipresentasikan dalam bentuk amal perbuatan melalui tindak tanduk Rasulullah saw, baik itu diamnya beliau, ucapannya maupun perbuatannya. Apa saja yang dilakukan, diucapkan dan didiamkan oleh Rasulullah saw. adalah hukum, yang berlaku untuk seluruh kaum muslimin. Pengecualiannya hanya pada beberapa perbuatan yang memang ditujukan khusus bagi beliau saja, itupun tentu dengan dalil yang menunjukkannya.

Oleh karena itu, siapapun dari kaum muslimin yang ingin mencontoh dan mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, tidak keliru, dan tidak sepotong-sepotong wajib menjadikan perbuatan Rasulullah sebagai rujukan. Firman Allah SWT :

Apa yang diberikan Rasul kepadamu (berupa sistem hukum Islam) maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah(QS. Al Hasyr : 7)

Rasulullah saw bersabda :

Barangsiapa yang berbuat suatu amal perbuatan yang bukan berasal dariku, maka amal perbuatannya itu tertolak(HR. Muslim)

Kenyataan dari sirah (biografi) Rasulullah saw telah menunjukkan bahwa ajaran Islam sama sekali tidak dibatasi pada pribadi-pribadi pemeluknya. Bahkan beliau saw menjadikannya sebagai asas negara Islam. Hal ini tercantum dalam piagam Madinah (watsiqoh Madinah) yang dijadikan peraturan umum antara kaum muslimin dan non muslim di kota Madinah :

Bahwasanya apabila di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah kepada Allah dan kepada Muhammad Rasulullah –saw- dan bahwasanya Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini.”

Disamping itu, bagaimana mungkin ajaran Islam sampai ke berbagai penjuru negeri (termasuk Indonesia) apabila ajaran ini dibatasi dan hanya dimiliki oleh pribadi-pribadi? Bukankah itu berarti memasung kewajiban dakwah Islam kepada umat manusia dan jihad fi sabilillah. Lagi pula Rasulullah bersabda :

Aku telah diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia, hingga mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad itu adalah Rasulullah. Barangsiapa yang bersaksi (seperti itu), maka terpeliharalah darah mereka, harta mereka dan jiwa mereka, kecuali ada tuntutan (haq) atas perkara tadi.”

Kalau Rasulullah saw sendiri (bisa) menjadikan ajaran Islam sebagai ajaran resmi negara, lalu atas dasar apa mengatakan Islam tidak bisa dijadikan ajaran resmi negara? Siapa gerangan yang keliru?

Islamophobia dan Sekularisme merugikan masyarakat
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah dan kekhasan ideologi Islam. Ia adalah masyarakat yang menjadikan Islam sebagai konsep hidupnya, konstitusi pemerintahannya, sumber hukumnya serta penentu arahnya, dalam seluruh urusan kehidupan, baik hubungan individual, komunal, regional maupun internasional.

Meskipun demikian bukan berarti masyarakat Islam memvonis mati segala unsur lain yang ada di dalamnya yang memeluk agama selain Islam. Sebab realitas di masa Rasulullah saw yang beliau sebut sendiri sebagai kurun terbaik –khoirul qurun- dimana hukum-hukum Islam diterapkan secara sempurna, ternyata yang hidup di dalam masyarakat Islam saat itu tidak hanya orang Islam, yakni terdapat para pemeluk non muslim, baik itu Yahudi, Nasrani, maupun Majusi. Dan hal ini berlanjut terus hingga masa kekhilafahan yang mencapai 13 abad.

Sungguh kita sendiri tidak mengerti apa yang membuat risau dan gundah hati Gus Dur dan sebagian kaum muslimin –termasuk juga orang-orang non muslim- jika kita –misalnya- memberlakukan hukum potong tangan bagi pencuri, baik ia beragama Islam maupun bukan Islam! Atau jika kita merajam pemerkosa baik ia muslim maupun non muslim! Atau mendera para pemabuk baik ia beragama islam ataupun bukan Islam!

Seorang muslim akan menerima hukum-hukum ini sebagai bagian dari ajaran Islam yang dilaksanakannya secara praktis dalam rangka memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhkan segala laranganNya. Sementara bagi orang-orang non muslim menerima hal ini sebagai undang-undang negara yang wajib mereka patuhi secara disiplin demi menjaga hak dan kewajiban warga negara.

Kalau di masa pemerintahan Nabi Muhammad saw. dan para khalifah penerusnya selama lebih dari seribu tahun orang-orang non muslim bisa hidup sejahtera di bawah naungan Islam, kenapa orang-orang non muslim sekarang diprovokasi untuk merasa tidak aman hidup di bawah naungan Islam?

Cobalah kita pelajari kasus kerusuhan Mei 1998. Larinya warga keturunan Cina berbondong-bondong keluar negeri waktu itu apakah lantaran merasa tertindas oleh penerapan hukum syari̢۪at Islam ataukah hasil dari tidak diterapkannya hukum syari̢۪at Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara?

Justru lantaran masih kuatnya pemikiran sekular yang memisahkan Islam dari kehidupanlah yang membuat, pemerintah, angkatan bersenjata, aparat keamanan dan penegak hukum, bahkan masyarakat sendiri tidak mengetahui bagaimana memperlakukan warga minoritas yang adil dan benar menurut petunjuk Allah SWT. Rasulullah saw bersabda :

Barangsiapa mengganggu seorang dzimmi (non muslim yang menjadi warganegara Daulah Islamiyah), sungguh (berarti) ia telah menggangguku. Dan barangsiapa yang menggangguku, sungguh ia telah mengganggu Allah.” (HR. Thabrani).

Dan dimasa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, beliau menjatuhkan hukum qishas (pembalasan setimpal) kepada anak pejabat Gubernur Mesir yang mencambuk seorang anak Nasrani dari suku Qibthi. Pertanyaan kita, adakah di negara yang tidak menerapkan hukum syari̢۪at Islam, anak pejabat yang sedang berkuasa dibalas cambuk oleh warga minoritas yang lemah dan terzhalimi? Sungguh kerugian besar bagi warga non muslim yang lemah lantaran tidak diterapkannya hukum Islam di negeri ini.

Khatimah
Kini kita tahu bahwa yang menolak dijadikannya Islam sebagai ajaran negara untuk mengatur kehidupan masyarakat sejatinya bukanlah orang-orang non muslim yang membutuhkan perlindungan dan kepastian hukum. Dan bukan pula umumnya kaum muslimin yang selama ini paling banyak dirugikan lantaran tidak diterapkannya syri̢۪at Islam oleh negara. Yang menolak adalah negara kafir adidaya yang memang berideologi sekularisme kapitalisme, dengan tujuan melestarikan kepentingan dan dominasi mereka di seluruh negeri-negeri Islam agar mereka bisa mengeksploitir seluruh penduduk negeri itu dan merampok kekayaannya.

Kalau ada sekelompok orang muslim yang bersikap sama dengan mereka itu sekedar ikut-ikutan. Namun bagi orang yang beriman dan berfikir jernih, mereka pasti akan lebih memilih mengikuti Allah dan Rasul-Nya (daripada mengikuti orang kafir sekuler dan para pengikutnya) jika ingin hidup mulia di muka bumi. Firman Allah SWT :

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali Imran 31).

Juga firman-Nya:

Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui (QS. Al Munafiquun 8).

Wallahu̢۪alam! [Buletin Al-Islam - Edisi 22]

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI

Pendidikan Keluarga Dalam Islam

A. Latar Belakang

Setiap orang pasti ingin memiliki sebuah keluarga yang sakinah, yang bahkan menjadi teladan atau contoh bagi keluarga-keluarga yang lain. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Keluarga itu sendiri terdiri dari orang tua dan anak. Sehingga antara orang tua dan anak harus saling berkomunikasi demi kelangsungan hidup dalam keluarga. Pendidikan orang tua terhadap tumbuh kembang seorang anak sangatlah berpengaruh bagi kelangsungan hidupnya di masa depan. Oleh karena itu, memberikan pendidikan kepada seorang anak bukanlah hal yang mudah.

Syaithan begitu berambisi dalam merusak sebuah keluarga. Berbagai upaya ditempuh untuk mencapai ambisinya itu. Ini disebabkan keluarga merupakan pondasi bagi terbentuknya masyarakat muslim yang berkualitas.

Setiap manusia tentu mendambakan keamanan dan mereka berlomba-lomba untuk mewujudkannya dengan setiap jalan dan cara yang memungkinkan. Rasa aman ini lebih mereka butuhkan di atas kebutuhan makanan. Karena itu Islam memperhatikan hal ini dengan cara membina manusia sebagai bagian dari masyarakat di atas akidah yang lurus disertai akhlak yang mulia. Bersamaan dengan itu, pembinaan individu-individu manusia tidak mungkin dapat terlaksana dengan baik tanpa ada wadah dan lingkungan yang baik. Dari sudut inilah kita dapat melihat nilai sebuah keluarga.

Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dengan meletakkan kaidah-kaidah yang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidakharmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga adalah batu bata pertama untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi.

Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua untuk berhati hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga sakinah. Wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya, dan kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai anaknya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka rumusan masalah yang ingin diteliti penulis ialah “ Bagaimanakah Pendidikan Keluarga dalam Islam ?”.

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang dipaparkan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah “untuk mengetahui pendidikan keluarga dalam Islam”.

D. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai informasi tentang pentingnya pendidikan keluarga dalam kehidupan sehari-hari

2. Sebagai informasi tentang cara-cara pendidikan keluarga dalam Islam

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Keluarga

a. Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) :

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

b. Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) :

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga adalah :

- Unit terkecil dari masyarakat

- Terdiri atas 2 orang atau lebih

- Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah

- Hidup dalam satu rumah tangga

- Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga

- Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga

- Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing

- Diciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan

2. Tahap-tahap Kehidupan Keluarga

a. Tahap pembentukan keluarga, tahap ini dimulai dari pernikahan, yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.

b. Tahap menjelang kelahiran anak, tugas utama keluarga untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan.

c. Tahap menghadapi bayi, dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepada anak karena pada tahap ini bayi kehidupannya sangat bergantung kepada orang tuanya. Dan kondisinya masih sangat lemah.

d. Tahap menghadapi anak prasekolah, pada tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebaya, tetapi sangat rawan dalam masalah kesehatan karena tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya, dsb.

e. Tahap menghadapi anak sekolah, dalam tahap ini tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas di sekolah anak dan meningkatkan pengetahuan umum anak.

f. Tahap menghadapi anak remaja, tahap ini adalah tahap yang paling rawan, karena dalam tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orang tua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.

g. Tahap melepaskan anak ke masyarakat, setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga.

h. Tahap berdua kembali, setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.

i. Tahap masa tua, tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini.

3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :

a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami.

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan warga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

4. Ciri-ciri Struktur Keluarga

Menurut Anderson Carter ciri-ciri struktur keluarga :

a. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan, antara anggota keluarga.

b. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

c. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

5. Tipe / Bentuk Keluarga

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak-anak.

b. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.

c. Keluarga brantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari satu wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga Duda / Janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Camposite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

f. Keluarga Kabitas (Cahabitasion) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tapi membentuk suatu keluarga.

Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family) karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beberapa suku hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat.

6. Pemegang Kekuasaan Dalam Keluarga

a. Patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak Ayah.

b. Matriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak Ibu.

c. Equlitarian, yang memegang dalam keluarga adalah Ayah dan Ibu.

7. Peranan Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

a. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

8. Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut :

a. Fungsi Biologis

1) Untuk meneruskan keturunan

2) Memelihara dan membesarkan anak

3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

4) Memelihara dan merawat anggota keluarga.

b. Fungsi Psikologis

1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman

2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga

3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

4) Memberikan Identitas anggota keluarga.

c. Fungsi Sosialisasi

1) Membina sosialisasi pada anak.

2) Membentuk norma-norma perilaku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

d. Fungsi Ekonomi

1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua, dsb.

e. Fungsi Pendidikan

1) Menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai bakat dan minat yang dimilikinya.

2) Mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Ahli lain membagi fungsi keluarga, sebagai berikut :

1) Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.

2) Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3) Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

4) Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

5) Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

6) Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7) Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dsb.

8) Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

Dari berbagai fungsi di atas ada 3 fungsi pokok kelurga terhadap keluarga lainnya, yaitu :

1) Asih adalah memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.

2) Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

3) Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

9. Tugas-tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut :

a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya

b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing

d. Sosialisasi antar anggota keluarga

e. Pengaturan jumlah anggota keluarga

f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas

h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya

10. Peranan Keluarga Dalam Islam

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.

Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.

Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:

a. Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.

b. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya.

c. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”

11. Tujuan Pendidikan Dalam Islam

Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:
” Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah[1].”

12. Memperhatikan Anak Sebelum Lahir

Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalelhah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda : ” Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi” (HR.Al-Bukhari dan Muslim) Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda : “Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”

Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita: “Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: “Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”. Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya”.

13. Memperhatikan Anak Ketika Dalam Kandungan

Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah : “Sesungguhnya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil” (Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: “Isnad hadits inijayyid’ ) Sang ibu hendaklah berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do’a yang dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.

14. Memperhatikan Anak Setelah Lahir

Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya melakukan hal-hal berikut:

1. Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.

Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah ‘Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam bersama malaikat: “Dan isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir puteranya) Ya‘qub.”(Surah Hud : 71). Dan firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya ‘Alaihissalam: “Kemudian malaikat Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu ) Yahya ” (Ali Imran: 39).

Adapun tahni’ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo’akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu )” ( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud). Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita ucapkan. Katanya: Ucapkanlah: “Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya”[2]

2. Menyerukan adzan di telinga bayi.

Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan: “Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah” ( Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi. Hikmahnya, Wallahu A’lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits: ” Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut sampai tidak mendengar seruan adzan”[3]

3. Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut).

Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula). Abu Musa menuturkan: “Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo’akan keberkahan baginya, kemudian menyerahkan kepadaku”.

Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan: “Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu’jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal:
a. Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).
b. Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.”‘

4. Memberi nama.

Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats’ami bahwa Rasulullah bersabda: ” Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta’ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah” ( HR.Abu Daud An Nasa’i) Pemberian nama merupakan hak bapak.Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka. Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda: “Semoga mudah urusanmu” Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya[4].

Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah mengganti nama seseorang ‘Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur’ah. Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan :”Nabi mengganti nama ‘Ashi, ‘Aziz, Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji’ dengan Al Munba’its, Tanah Qafrah (Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah (Anak keturunan balk)[5].”

5. Aqiqah.

Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya: Rasulullah bersabda: “Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya”

(HR. Al Bukhari.) Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha,bahwaRasulullah bersabda: “Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing” (HR. Ahmad dan Turmudzi).

Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja, Wallahu A’lam. Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.

6. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya.

Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman[6]. Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas. Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya: “Fatimah Radhiyalllahu ‘anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa’)

7. Khitan.

Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah bersabda: “Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak” (HR. Al-bukhari, Muslim) Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita.WallahuA’lam.

Inilah beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua atau pada saat-saat pertama dari kelahiran anak. Namun, di sana ada beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu kedatangannya Secara singkat, antara lain:

1. Membacakan ayat tertentu dari Al Qur’an untuk wanita yang akan melahirkan; atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut danfarji (kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan. ltu semua adalah batil, tidak ada dasamya yang shahih dari Rasulullah, Akan tetapi bagi wanita yang sedang menahan rasa sakit karena melahirkan wajib berserah diri kepada Allah agar diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari kesulitannya Dan ini tidak bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan.

2. Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan. Hal ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan dengan mereka: “Apabila seseorang dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan, hitamlah (merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya. Apakah dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang telah mereka lakukan itu”(Surah An Nahl:58-59). Mungkin ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan memarahi isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula menceraikan isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya, semuanya berada di tangan Allah ‘Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak. Firman-Nya: Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan dia menjadikan Mandul siapa yang Dia kehendaki…”(Surah Asy Syura :49-50). Semoga Allah memberikan petunjuk kepada seluruh kaum Muslimin.

3. Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.Misalnya, nama yang bermakna jelek, atau nama orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir. Padahal menamai anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang wajib atas walinya. Termasuk kesalahan yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan sampai setelah seminggu.

4. Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya. Aqiqah merupakan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, dan mengikuti tuntunan beliau adalah sumber segala kebaikan.

5. Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah. Ada yang mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula yang kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya seekor kambing untuk anak iaki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka hendaklah kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasalam tanpa menambah ataupun mengurangi.

Menunda khitan setelah akil baligh.Tradisi ini dulu terjadi pada beberapa suku, seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di hadapan orang banyak. Itulah sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup bagi kita dengan menyebutkan etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima kelahiran anak. Karena apapun yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, termasuk kesalahan yang tidak disyariatkan[7].

15. Memperhatikan Anak Pada Usia Enam Tahun Pertama

Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa[8]. Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini.
Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:

a. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak[9].” Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.

b. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini. Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.

c Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. “Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak. Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya[10].”

d. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
Antara lain[11]:

1) Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.

2) Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.

3) Dilarang tidur tertelungkup dan dibiasakan ·tidur dengan miring ke kanan.

4) Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.

5) Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.

6) Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.

7) Dilarang bermain dengan hidungnya.

8) Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.

9) Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.

10) Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.

11) Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.

12) Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.

13) Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.

14) Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.

15) Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.

16) Dibiasakan membaca “AZhamdulillah” jika bersin, dan mengatakan

17) Yarhamukallah” kepada orang yang bersin jika membaca “Alhamdulillah”.

18) Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.

19) Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.

20) Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).

21) Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.

22) Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.

23) Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya. x. Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan y. Assalamu ‘Alaikum” serta membalas salam orang yang mengucapkannya.

24) Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.

25) Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.

26) Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.

27) Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.

28) Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.

29) Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.

30) Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksploratif, dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis)[12] yaitu berusaha menjelaskan dan menggambarkan permasalahan yang diteliti dengan menganalisa isi mengenai pendidikan keluarga dalam Islamsertya hal-hal yang lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang berpijak pada pengolahan data yang diambil dari sejumlah literatur yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan keluarga. Dalam penelitian penyusun memfokuskan pada bahan-bahan pustaka yang berhubungan pendidikan keluarga dalam Islam.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan normative dan yuridis yaitu berupaya menelaah dan menganalisis tentang pendidikan keluarga secara temporal berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW tentang pendidikan keluarga.

4. Pengumpulan Data

Penumpulan data yang berkaitan dengan penelitian ini, dilakukan dengan penelusuran dan penelaahan literatur dan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah pendidikan keluarga.

5. Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode diskriptif analitik yaitu teknik analisis data dengan menuturkan, menafsirkan serta mengklarifikasikan dan membandingkan fenomena-fenomena[13]. Dalam hal ini fenomena yang dianalisis adalah pendidikan keluarga dalam Islam dengan menggunaka metode :

a. Induktif, yaitu olah pemikiran yang berangkat dari suatu peristiwa yang khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum[14].

b. Deduktif, yaitu pola pemikiran yang berangkat dari suatu peristiwa yang umum kemudian ditarik generalisasi yang bersifat khusus[15].



[1] Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq ‘Ilajiha, hlm. 76

[2] Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud

[3] Ibid

[4] Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hal. 41

[5] Ibid

[6] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1

[7] kitab Adab Istiqbal al Maulud fil Islam, oleh ustadz Yusuf Abdullah al Arifi

[8] Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah

[9] Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2

[10] Ibid

[11] Ahmad Iuuddin Al Bayanuni, Minhaj At Tarbiyah Ash Shalihah

[12] Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Aplikasi, (Jakarta, PT. Rajagrfindo Persada, 2005) hlm.84

[13] Noeng Muhajir, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1989)

[14] Sutrisno Hadi, Metodelogi Research Jilid I, (Yogyakarta, Andi Offset, 1989) hlm 42

[15] Ibid hlm 36